Menyelamatkan Spesies Ihan Batak (Neolissochilus Thienemanni) Di Danau Toba Melalui Peranan Budaya dan Kearifan Lokal
Reynold
Panjaitan, S.Pd
NIP. 198512262010011015
SMP Negeri 2 Pangururan
Abstrak
Keberadaan spesies Ihan Batak Neolissochilus Thienemanni di peraiaran Danau Toba sangat memprihatinkan. Bagaimana tidak satwa
liar air tawar ini, suda sangat jarang keberadaannya bahkan sudah pada
klasifikasi sebgai terancam (Vulnerable). Di
indonesia, jenis ikan ini di jumpai hidup hanya di perairan Danau Toba. Ikan
ini merupakan ikan khas adat masyarakat Batak dan suda dikenal sejak jaman
dahulu kala. Biasanya ihan Batak digunakan sebagai salah satu sarana untuk
melangsungkan ritual adat batak yaitu memohon sesuatu supaya keinginannya
dikabulkan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Menurut kepercayaan masyarakat Batak jenis
ikan ini mempunyai “Nilai Magis” yang tinggi bahkan dianggap sebagai satwa yang
sakral. Misalnya suatu keluarga yang sudah lama menikah tetapi tidak mempunyai
keturunan, diyakini dapat terkabul keinginannya untuk mendapatkan anak apa bila
dia memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan menggunakan Ihan Batak (Neolissochilus Thienemanni)
sebagai sarananya. Dewasa ini dalam ritual budaya batak peranan Ihan Batak
digantikan oleh ikan Mas, mengakibatkan eksistensi ikan ini semakin diabaikan
dan tidak dilestarikan. Hal ini di perparah oleh beberapa faktor lain yang
mengancam spesies ini antara lain: Penggundulan Hutan, Pencemaran air,
Penangkapan/perburuan, introduksi, budaya yang terkikis dll. Membangunkan
kembali tradisi dalam budaya batak yang menggunakan sarana Ihan Batak tanpa
menggantikan peranannya dengan ikan mas akan membuat ikan ini di cari dan
dicintai oleh masyarakat yang secara otomatis habitatnya akan dilestarian.
Perlunya implementasi kearifan lokal untuk menjaga ke “sakralan” satwa ini
dalam masyarakat suku Batak dan mewariskannya secara terus menurus ke generasi
berikutnya.
BAB
I PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Manusia dan sumber daya lain
mempunyai kaitan yang saling mempengaruhi satu sama lain. Pada satu sisi
manusia membutuhkan ketersediaan sumber daya lain yang ada di alam semesta demi
kelangsungan hidupnya. Disisi lain sumber daya tersebut akan tetap ada bila
manusia tetap menjaga keseimbangan dan kelangsungan sumber daya tersebut. Dilihat
dari sudut penciptaannya, sumber daya dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu:
sumber daya alami dan sumber daya buatan. Korelasi yang sama juga terjadi dalam
konteks keaneka ragaman (biodiversity) masing-masing sumberdaya alam. Sebagi
contoh, sumber daya alam hayati mempunyai banyak ragam (jenis) tetapi, diantara
mereka juga tedapat hubungan keterkaitan. Ikan dan manusia sama-sama
digolongkan menjadi sumber daya alam hayati tetapi diantara kedua sumber daya
tersebut tedapat hubungan saling ketergantungan. Menjelaskan bagaimana saling
ketergantungan diantara ikan dan manusia dijelaskan melalui ilustrasi berikut
ini.
Dalam pertumbuhannya, manusia
membutuhkan protein hewani yang salah satunya dihasilkan oleh ikan. Sebaliknya
dalam hal kelangsungan hidup ikan sebagai salah satu sumber energi hewani, ikan
juga sangat tergantung pada bagaimana sikap manusia dalam mengelolahnya.
Manusia yang tidak memperhitungkan kepentingan masa yang akan datang, cenderung
bersikap apatis dalam mengelolah suatu sumber daya. Oleh karena itu, hendaknya
disadari bahwa segala sumber daya yang ada di alam semesta khususnya sumber
daya alam sangat perlu dijaga demi kesejahteraan umat manusia di muka bumi ini
sekarang dan untuk masa yang akan datang. Keberadaan manusia akan tetap eksis
apabila kerusakan ataupun kepunahan sumber daya lainnya dimuka bumi ini dapat
dicegah dan dihindari.
Menurut informasi dari daftar merah
jenis terancam punah yang diterbitkan oleh Internasional Union for Conservasion
of Nature and Natural resources (IUCN), terdapat beberapa jenis ikan yang harus
diawasi dan harus diperhatikan karena kondisinya yang sudah terancam punah.
Diantara jenis-jenis itu terdapat 29 jenis ikan yang berasal dari Indonesia.
Salah satunya adalah ikan dari genus Neolissochilus
yaitu dengan nama spesies Neolissochilus
thienemanni atau yang dikenal dengan Ihan Batak. Ihan batak (Neolissochilus thienemanni) merupakan
jenis ikan asli (indegenos) yang hidup di suatu perairan tertentu.menurut
penjelasan pasal 20 ayat 2 undang undang no 5 tahun 1990 tentang konservasi
hayati itsitlah itu disebut “endemik” artinya tumbuhan dan satwa yang terbatas penyebarannya.
Di indonesia, jenis ikan ini di jumpai hidup hanya di perairan Danau Toba. Ikan
ini merupakan ikan khas adat masyarakat Batak dan suda dikenal sejak jaman
dahulu kala. Biasanya ihan Batak digunakan sebagai salah satu sarana untuk
melangsungkan ritual adat batak yaitu memohon sesuatu supaya keinginannya
dikabulkan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Menurut kepercayaan masyarakat Batak jenis
ikan ini mempunyai “Nilai Magis” yang tinggi bahkan dianggap sebagai satwa yang
sakral. Misalnya suatu keluarga yang sudah lama menikah tetapi tidak mempunyai
keturunan, diyakini dapat terkabul keinginannya untuk mendapatkan anak apa bila
dia memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan menggunakan Ihan Batak sebagai
sarananya. Kegunaan lain Ihan batak dalam ritual adat Batak dalah untuk
memintah kesembuhan penyakit yang diderita seseorang baik yang bersifat jasmani
maupun rohani yang diakibatkan oleh kekuatan – kekuatan gaip (ula-ula portibi).
Ihan ini biasanya diberikan oleh pihak hula ke borunya atau berenya.
Namun terlepas dari nilai magis
Ihan Batak dewasa ini keberadaan Ihan Batak di akui suda sangat langkah meski
ritual ritual dalam adat batak tersebut tetap dilakukan akan tetapi sarananya
suda digantikan dengan Ikan Mas. Banyak Penulis yang mengemukakan pendapatnya
mengenai sebab-sebab punahnya berbagai spesies, dominan disebabkan oleh manusia
itu sendiri. Salah satu faktor yang menyebabkan Ihab Batak (Neolissochilus thienemanni) terancam
punah antara lain: 1)Penggundulan hutan; 2) Pencemaran air Danau Toba; 3)
Introduksi; 4)Penangkapan/perburuan; 5)Peraturan; 6)Peranan Budaya masyarakat;
7)Usaha kearah Pelestarian yang minim dan 8) Teknologi. Mengkaji semua faktor
tersebut, terlihat suatu faktor yang lebih dominan dari faktor yang lain yaitu
faktor budaya dan kearifan lokal masyarakat. Dewasa ini terjadi pergeseran
budaya dalam masyarakat yakni tidak menggunakan sarana Ihan batak dalam ritual
adat tetapi digantikan oleh ikan Mas membuat ikan ini semakin diabaikan untuk
dilestarikan. Apabila dalam setiap tradisi dan ritual dalam adat Batak selalu
menggunakan Ihan Batak dan tidak boleh
digantikan oleh ikan lain maka secara langsung keberadaan satwa ini akan
terjaga dan akan tetap dilestarikan dan imbasnya adalah pengundulan hutan,
pencemaran air, introduksi dan penangkapan ikan sembarangan akan dikontrol oleh
masyarakat adat dan pemerintah melalui peratuaran perundang undangan.
Masyarakat Batak tidak bisa dipisahkan dari budayanya, Ihan Batak menjadi hal
penting dalam sarana ritual budaya Batak, dengan demikian disimpulakan bahwa
masyarakat tidak bisa dipisahkan dari Ihan Batak. Dengan nilai sakral yang
dimiliki oleh Ihan Batak maka mendorong masyakat untuk mempertahankan kearifan
lokal demi merawat habitat Ihan batak tersebut. Misalnya Mual Sirambe yang
mempunyai leganda yang berhubungan dengan Ihan Batak, daerah ini telah dianggap
masyarakar sekitar keramat sehingga keaslian habitat Ihan ini masi terpeliahara
sampai sekarang.
2.
Rumusan
Masalah
1. Apa saja yang mengakibatkan Ihan Batak (Neolissochilus thienemanni) menjadi
langkah
2. Bagaimana keterikatan budaya batak dan kearifan lokal
dengan satwa Ihan Batak (Neolissochilus thienemanni)
3. Bagaimana peranan kearifan
lokal untuk menyelamatkan spesies Ihan Batak (Neolissochilus thienemanni) di perairan danau toba dari kepunahan.
3.
Tujuan
Penulisan
Tujuan
penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui jenis satwa di perairan danau
toba yang sudah langkah khusunya untuk Ihan Batak (Neolissochilus thienemanni) dan penyebab kelangkaan satwa tersebut dimana
ikan ini adalah satwa asli danau Toba dan spesies ikan dari genus
Neolissochilus yang hanya hidup di danau toba. Untuk mengetahui hubungan satwa
ini (Neolissochilus thienemanni)
dengan kebudayaan batak yang masih terpelihara hingga sekarang misalnya dalam
acara pasahat Dekke Simudur-udur, Upa-upa dan lain lain, serta upaya untuk
mempertahankan keberadaan satwa ini dari kepunahan dengan kearifan lokal
masyarakat yang mempertahankan nilai sakral dari ikan ini.
BAB
II ISI
A.
SATWA
A.1. SATWA LIAR
DAN LANGKAH
Satwa merupakan
sebagian sumber daya alam yang tidak ternilai harganya, sehingga kelestariannya
perlu dijaga agar tidak punah baik karena factor alam, maupun perbuatan manusia
seperti perburuan, dan kepemilikan satwa yang tidak sah. Menurut Pasal 1 ayat 5
UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya, Satwa adalah semua jenis sumber daya alam hewani yang hidup di
darat, dan atau di air, dan atau di udara. Sedangkan yang dimaksud dengan Satwa
liar dalam pasal 1 ayat 7 UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya adalah semua binatang yang hidup di darat, dan
atau di air, dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang
hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia, selain itu juga satwa liar
dapat diartikan semua binatang yang hidup di darat dan di air yang masih
mempunyai sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh
manusia.
Satwa migran
satwa yang berpindah tempat secara teratur dalam waktu dan ruang tertentu1 ,
Satwa yang boleh diburu adalah satwa yang menurut undang-undang atau peraturan
telah ditetapkan untuk dapat diburu. Sedangkan Satwa langka adalah binatang
yang tinggal sedikit jumlahnya dan perlu dilindungi (spt jalak putih,
cenderawasih). Satwa liar berpengaruh terhadap tanah dan vegetasi dan memegang
peran kunci dalam penyebaran, pertumbuhan tanaman, penyerbukan dan pematangan
biji, penyuburan tanah, penguraian organisme mati menjadi zat organik yang
lebih berguna bagi kehidupan tumbuhan, penyerbukan dan pengubah tumbuh-tumbuhan
dan tanah Satwa liar juga berperan dalam perekonomian lokal dan nasional, nilai
ekonomi satwa sebagai sumber daya alam sangat terkenal di wilayah tropik,
terutama di Benua Afrika, dan hingga saat ini merupakan aset yang layak
dipertimbangkan.
A.2. IHAN BATAK
(Neolissochilus
thienemanni)
Ihan
Batak dengan nama latin (Neolissochilus
thienemanni) merupakan satwa liar yang mempunyai habitat asli di perairan
Danau Toba dengan status Langkah. Bagimana tidak satwa yang menjadi ikon budaya
batak ini sudah sangat jarang ditemukan di perairan Danau Toba. Dari 350 jenis biota air yang tercantum dalam "The 2000 IUCN Redlist
of the Threatened Species" (IUCN 2001) dapat diidentifrkasi 14 jenis ikan
air tawar Sumatra yang terancam punah, dan 7 jenis diantaranya (50%) termasuk
ikan endemic Sumatra. Salah satunya adalah IHAN BATAK Neolissochillus Thienemanni sumatranus
yang hanya ada di Danau Toba - Sumatera Utara. Danau Toba banyak menyimpan spesies endemik yang sangat beragam. Terutama
berupa ikan Batak (ihan), spesies Neolissochillus
Thienemanni yang hanya ada di Danau Toba. Berdasarkan kriteria IUCN
(International Union for the Conservation of Nature), jenis ikan ini sudah
diklasifikasikan sebagai terancam (Vulnerable). Dulu ikan ini sering dihidangkan sebagai
sajian istimewa untuk berbagai acara pesta adat bagi masyarakat setempat.
Spesies ikan endemik
Danau Toba ini mulai terancam punah akibat kerusakan lingkungan. Ikan semah (Tor spp., syn. Labeobarbus,
suku Cyprinidae; juga dipakai untuk jenis-jenis Neolissochilus dan Naziritor di
India) adalah ikan air tawar yang berasal dari Indo-Australia dan anak benua
India. Ikan Tambra dan Semah dapat mencapai
panjang sekitar satu meter, walaupun tangkapan yang dijual biasanya berukuran
maksimum 30 cm. Ikan ini hidup di sungai-sungai beraliran deras di pegunungan
dan populasi sangat terancam akibat penangkapan berlebihan. Secara morfology
memang sulit untuk membedakan antara genus Tor dan genus Neolissochilus, bahkan
boleh dikata ada kemiripan bentuk dengan jenis ikan mas kecuali ukuran sisik
yang lebih besar daripada ikan mas (Cyprinus Carpio) yang memang dari keluarga
yang sama yaitu family Cyprinidae.
Kemiripan inilah yang
membuat orang-orang lantas menamakan Ikan Jurung sebagai Ikan Batak, padahal
Ikan Batak Asli adalah yang disebut Ihan adalah dari genus Neolissochilus yang
sudah menuju kepunahan, dan salah satu spesiesnya Neolissochilus thienemanni,
Ahl 1933 adalah ikan endemik Danau Toba dan umumnya di Tanah Batak. Ikan batak tak hanya bernilai ekonomis sangat tinggi, tetapi juga bernilai
budaya yang tinggi, khususnya bagi Suku Batak, Sumatra Utara. Di Danau Toba,
Tor toro hidup dengan janis lainnya, yaitu Neolissochilus thieneman,
Neolissochilus somatranus, Neolissochilus longipinis. Selain di
Sumatra Utara, khususnya di Danau Toba, ikan inipun bisa ditemukan di Kuningan,
Sumedang dan Kediri. Di Kuningan, ikan batak dipelihara di kolam-kolam tua dan
dianggap kramat, dengan sebutan “ Ikan Dewa “.
Kingdom:
|
|
Phylum:
|
|
Class:
|
|
Order:
|
|
Family:
|
|
Genus:
|
|
Species:
|
N. thienemanni
|
|
|
Morfologi.
Lebar badan 4 kali lebih pendek dari pada panjang standar; 10 sisik didepan sirip punggung; 10 baris pori-pori yang tidak teratur (masing-masingmemiliki tubus yang keras) pada masing-masing sisi moncong dibawah mata; alur dari bagian belakang sampai ke bibir bawah terputus dibagian tengah.
Lebar badan 4 kali lebih pendek dari pada panjang standar; 10 sisik didepan sirip punggung; 10 baris pori-pori yang tidak teratur (masing-masingmemiliki tubus yang keras) pada masing-masing sisi moncong dibawah mata; alur dari bagian belakang sampai ke bibir bawah terputus dibagian tengah.
Habitat
dan penyebaran di Indonesia
Habitat berupa Danau
dan Sungai. Penyebarannya adalah Danau Toba, Sumatra, Indonesia
Status :
Belum dilindungi Undang-undang-RI; IUCN Red List Status: Critically Endangered (CR)
Ancaman:
Penggundulan hutan dan eksploitasi yang berlebihan dengan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan terutama menggunakan dinamit dan racun; Lingkungan disekitar habitatnya banyak dialih fungsikan yang tentu berpengarus terhadap kualitas perairan danau Toba sebagai habitat ikan ini. Disamping itu, penebaran ikan Mujair (Oreochromis spp) bertahun lalu merupakan kompetitor baik pakan maupun ruang bagi ikan ini. Beberapa tahun lalu ditebar pula ikan Bilih Singkarak, Mystacoleucus padangensis di Danau Toba, yang menambah kompetitor ikan Batak.
Belum dilindungi Undang-undang-RI; IUCN Red List Status: Critically Endangered (CR)
Ancaman:
Penggundulan hutan dan eksploitasi yang berlebihan dengan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan terutama menggunakan dinamit dan racun; Lingkungan disekitar habitatnya banyak dialih fungsikan yang tentu berpengarus terhadap kualitas perairan danau Toba sebagai habitat ikan ini. Disamping itu, penebaran ikan Mujair (Oreochromis spp) bertahun lalu merupakan kompetitor baik pakan maupun ruang bagi ikan ini. Beberapa tahun lalu ditebar pula ikan Bilih Singkarak, Mystacoleucus padangensis di Danau Toba, yang menambah kompetitor ikan Batak.
A.2.1. Faktor
Penyebab Kelangkaan Jenis Ihan
Batak (Neolissochilus thienemanni)
Untuk mendukung keberhasilan restoking
diperlukan identifikasi penyebab menurunnya populasi di perairan yang akan
direstoking, bila penyebabnya tidak diatasi maka kegiatan tersebut akan
sia-sia. Beberapa faktor penyebab yang menimbulkan ancaman penurunan kelimpahan
dan biodiversitas baik ikan air tawar (Dudgeon et al. 2006) maupun ikan
air laut (Hutchings & Baum, 2005) antara lain:
a.
Penggundulan Hutan
maraknya praktek pencurian kayu
(penebangan hutansecara sembarangan) mempunyai andil dalam kelangkaan suatu
species seperti yang dialami oleh ihan batak. Dikatakan demikian karena hutan
yang ditebangi dengan tidak memperhatikan kepentingan lingkungan akan
menyebabkan hutan menjadi gundul sehingga akan membawa kerugian pada alam
sekitarnya. hilangnya tempat berlindung bagi satwa atau minimnya ketersediaan
bahan makanan yang berasal dari tumbuhan yang perlu bagi satwa akibat dari
penggundulan hutan, berkurangnya daerah peresapan air, membawa dampak negatif
yang mengakibatkan kepunahan beberapa jenis tumbuhan dan satwa disekitarnya
lebih besar kemungkinan dapat terjadi.
b.
Tangkap
lebih
Tangkap
lebih dapat terjadi karena pemanfaatan secara berlebihan terhadap sumberdaya
ikan tertentu tanpa memperhatikan stok yang ada di perairan tersebut. Akibatnya
sumberdaya ikan menjadi langka atau menghilang sama sekali sehingga
keseimbangan ekologisnya menjadi terganggu. Tangkap lebih antara lain dipicu
oleh bertambahnya jumlah penangkap ikan; dan bertambahnya jumlah dan jenis alat
tangkap yang digunakan. Untuk mengatasi tangkap lebih dapat dilakukan melalui:
·
Pembatasan jumlah
tangkapan berdasarkan jumlah stok di alam dan kemampuan regenerasinya;
·
Pengaturan waktu
tangkap untuk menghindari tertangkapnya jenis ikan yang sedang dalam musim
pemijahan;
·
Pembatasan ukuran ikan
yang tertangkap agar memberikan peluang setiap individu dapat melakukan
regenerasi (memperpanjang keturunannya);
·
Pengaturan dan
pengawasan alat tangkap yang digunakan supaya tidak merusak populasi maupun
habitat ikan tertentu;
·
Penerapan sistem zonasi
sehingga dapat menjamin pelestarian ikan.
c.
Jenis
introduksi
Masuknya jenis introduksi ke suatu
perairan menyebabkan terjadinya kompetisi dengan ikan lokal baik dalam hal
ruang maupun makanan. Keberadaan jenis asing yang tidak terkontrol dalam jangka
waktu tertentu akan berdampak pada penurunan populasi ikan lokal. Kondisi
seperti ini sudah terjadi di beberapa perairan umum daratan di Indonesia.
d.
Peranan masyarakat.
Kondisi perairan yang mengalami
perubahan oeh aktivitas manusia, misalnya pelurusan badan sungai dan pembuatan
kanal akan memengaruhi poses hidrologi yang menyebabkan gangguan terhadap
siklus reproduksi. Dengan terganggunya proses reproduksi maka regenerasi dari
ikan yang ada di dalamnya akan menurun dan menyebabkan kelangkaan jenis.
e.
Peraturan
Peraturan yang tidak saling
mendukung, tidak bersesuaian satu sama lain, tidak berkualitas ataupun tidak
dibuat sesegera mungkin ataupun tidak berfungsinya aturan, semuanya merupakan
faktor pemicu terhadap kelangkaan maupun kepunahan suatu jenis satwa dan
tumbuhan sebagaimana terjadi pada Ihan Batak.
f.
Pemukiman
dan bangunan komersial
Tingkat kebutuhan lahan untuk pemukiman
dan bangunan komersial terus meningkat sehingga banyak dilakukan pengurugan
badan air. Aktivitas ini menurunkan jumlah luasan badan air yang merupakan habitat
bagi banyak jenis ikan lokal.
g. Perubahan fisik-kimiawi
perairan (pencemaran)
Kualitas air sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan restoking. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian awal terhadap
kondisi perairan yang akan ditebar apakah masih layak dalam mendukung kehidupan
dan perkembangbiakan ikan tersebut. Kottelat et. al. (1993) menyatakan
bahwa salah satu ancaman terhadap kelestarian ikan adalah pencemaran. Bentuk
pencemaran utama di sungai dan danau adalah limbah organik yang berasal dari
rumah tangga maupun idnustri yang menyebabkan rendahnya keasaman dan kekeruhan
yang tinggi, serta perlu kandungan oksigen yang tinggi oleh bakteri untuk
penghancurannya. Bila kandungan oksigen menurun drastis akan berakibat pada
kematian ikan dan biota air lainnya. Beberapa parameter fisik-kimiawi yang bisa
menyebabkan menurunnya populasi ikan apabila kisarannya sudah di luar ambang
batas yang dipersyaratkan menurut baku mutu air untuk perikanan/golongan B
(Anonim, 1992) antara lain:
ü Kisaran
suhu air yang baik bagi ikan antara 25 – 30 oC;
ü pH
antara 6.5 – 8.5;
ü kandungan
oksigen terlarut (DO) minimal 5 mg/l;
ü kecerahan
lebih dari 40 cm;
ü kekeruhan
kurang dari 50 NTU;
ü kandungan
logam berat tertentu: besi (Fe) kurang dari 1 mg/l, merkuru (Hg) kurang dari
0.002 mg/l, dan yang lainnya;
ü senyawa
nitrogen (nitrat) kurang dari 10 mg/l dan nitrit kurang dari 1 mg/l.
h.
Penurunan
ketersediaaan pakan alami
Pakan alami ikan yang terdapat di suatu
perairan bisa dikelompokkan menjadi:
§ Plankton
(fitoplankton dan zooplankton), yaitu organisme air dari kelompok hewan maupun
tumbuhan berukuran kecil/renik (mikroskopis) yang gerakannya pasif tergantung
arus air. Plankton sangat berperan dalam mendukung kehidupan anak ikan yang
baru menetas maupun beberapa jenis ikan dewasa yang memang pakan utamanya
adalah plankton. Beberapa jenis ikan herbivora menjadikan lumut sebagai pakan
utamanya, misalnya ikan nilem, Osteochilus vittatus dan tambakan, Helostoma
temmincki. Berkurangnya ketersediaan perifiton bisa
berakibat pada menurunnya populasi ikan khususnya dari kelompok pemakan
tumbuhan (herbivora).
§ Bentos
(fitobentos dan zoobentos) adalah organisme air yang hidupnya pada bagian dasar
perairan. Bentos ini juga merupakan sumber pakan bagi jenis ikan tertentu.
Kelompok hewan yang termasuk bentos, misalnya keong, kepiting, cacing, dan yang
lainnya. jenis ikan yang memanfaatkan bentos sebagai salah satu unsur
makanannya adalah ikan tambra dan kerabatnya (Tor spp.). Bahkan untuk
umpan khusus untuk memancing ikan tambra digunakan kepiting.
§ Serangga
air baik yang permanen hidupnya di air maupun yang hanya sebagian siklusnya di
air (larva/nimpha), misalnya larva capung. Ketersediaan serangga iar di
perairan sangat penting sebagai sumber pakan ikan khususnya dari kelompok
ikanpemakan daging (karnivora) dan pemakan segala (omnivora).
A.2.2. Kondisi Danau Toba Sebagai Habitat Asli
Ihan Batak
(Neolissochilus thienemanni)
Kualitas air
Danau Toba dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain limbah domestik/
pemukiman, pertanian, perikanan, industri, pelayaran dan pariwsisata, baik yang
berasal dari daratan (land based) maupun yang berasal dari kegiatan di perairan
danau. Dengan makin pesatnya pertumbuhan penduduk yang bermukim di sekitar
danau berikut beragam kegiatannya maka kualitas air cenderung menurun. Kajian
Lukman (2010) mengenai kualitas air di Danau Toba menunjukkan suhu yang
berkisar 26,4 - 27,4 0C,
pH cenderung basa (>7,3), kecerahan 6,0 – 11,5 m, konduktivitas antara 0,160
– 0,166 mS/cm, kadar oksigen terlarut cukup tinggi (> 7,0 mg/l), kadar Total
N antara 0,163 – 0,840 mg/l dan Total P antara 0,015 – 0,399 mg/l sedangkan
kadar Ortho P < 0,04 mg/l.
Studi yang dilaksanakan oleh Lukman & Ridwansyah (2010) menunjukkan bahwa
lapisan epilimnion yang produktif dan dapat berfotosintesis terdapat di bagian
atas pada kedalaman 0 – 30 m, dan lapisan peralihan atau metalimnion berada di
bawahnya pada kedalaman 30 – 100 m, sedangkan lapisan terbawah yakni lapisan
hipolimnion pada kedalaman lebih dari 100 m. Kadar oksigen terlarut yang
terukur di permukaan relatif tinggi (6 – 7 mg/l), namun menurun drastis pada
kedalaman 100 m, dan umumnya menunjukkan kondisi sangat minim ( ≤ 2 mg/l ) pada
kedalaman 200 m dan seterusnya. Salah satu faktor yang menentukan produktivitas
suatu perairan adalah kandungan fitoplanktonnya yang terkait dengan kandungan
nutien dalam perairan.
Penelitian
fitoplankton di Danau Toba oleh Lukman (2010) menemukan 28 genus fitoplankton
dari empat kelas yaitu Bacillariophyta (7 genus), Chlorophyta (12 genus),
Cyanophyta (6 genus) dan Phyrophyta (3 genus) dengan kelimpahan berkisar antara
53 – 622 indiv./l. Secara keseluruhan kelimpahan fitoplankton tersebut sangat
rendah dan mencirikan perairan yang miskin atau oligotrofik. Mengenai
keanekaragaman hayati di perairan Danau Toba dapat disebutkan bahwa di danau
ini terdapat hewan endemik yang hanya terdapat di danau ini yakni ikan Neolissochilus thienemanni sumtranus dan
kerang Corbicula tobae.
Ikan
Neolissochilus thienemanni sumatranus yang oleh penduduk setempat disebut
“ihan” sudah terancam punah dan masuk dalam Red List Status di IUCN
(International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) sejak
tahun 1996. Jenis ikan asli lain yang populasinya menurun adalah ikan pora-pora
atau undalap (Puntius binotatus). Ikan yang diintroduksi misalnya Cyprinus
carpio (ikan mas) dan Oreochromis niloticus (ikan nila). Kedua jenis ikan
introduksi itu kini banyak dimanfaatkan dalam pembudidayaan ikan di danau
dengan menggunakan Karamba Jaring Apung (KJA) di Danau Toba. Budidaya ikan
dengan menggunakan KJA telah berkembang sangat pesat di Danau Toba hingga
cenderung ke tingkat ekploitasi lebih (over exploitation) yang akhirnya tidak
lagi memberikan keuntungan per unit usaha. Pertumbuhan jumlah unit KJA.
gambar 4. kematian massal ikan di Danau Toba
B.
PERANAN BUDAYA
DAN KEARIFAN LOKAL DALAM MELESTARIKAN SATWA IHAN BATAK (Neolissochilus
thienemanni)
B.1. Ihan Batak
Dalam Ritual Budaya Batak
Biasanya
Ihan Batak digunakan sebagai salah satu sarana untuk melangsungkan ritual adat
batak yaitu memohon sesuatu supaya keinginannya dikabulkan oleh Tuhan Yang Maha
Esa. Menurut kepercayaan masyarakat Batak jenis ikan ini mempunyai “Nilai
Magis” yang tinggi bahkan dianggap sebagai satwa yang sakral. Disetiap ritual budaya
Batak selalu menggunakan Ihan sebagai sarana ritual akan tetapi dewasa ini
banyak peran Ihan telah digantikan oleh ikan Mas, sehingga keberadaan Ihan
mulai di kesampingkan dan upaya pelestarian tidak dilakukan. Jika hal ini terus
dipertahankan bukan tidak mungkin Ihan akan menjadi dogeng untuk generasi Batak
selanjutnya, dan Ihan sebagai salah satu satwa ikon Budaya batak akan menjadi
tinggal kenangan. Suda sepatutnya ritual adat Batak yang menggunakan sarana
Ihan Batak dibangkitkan kembali seperti ritual hahomion horja bius, upa-upa dan
pasahat dekke simudur udur sedapat mungkin tidak menggantikannya dengan ikan
mas. Beberapa ritual dari budaya batak yang menggunakan sarana Ihan Batak yang
perlu dilestarikan:
B.1.1. Ritual
Hahomion Horja Bius
Huta atau kampung di daerah komunitas orang Batak Toba adalah persekutuan
masyarakat yang paling kecil yang dibentuk oleh marga. Mulanya mereka tinggal
di kampung induk tetapi karena penduduknya terus berkembang menyebabkan
terbentuk huta-huta yang baru. Untuk mengatur kepentingan bersama beberapa
kampung atau huta membentuk federasi atau persekutuan yang sifatnya masih
terikat satu dengan lainnya. Kumpulan huta disebut Horja. Ritual Hahomion adalah
upacara yang dilakukan oleh nenek moyang kita terdahulu yang ditujukan untuk
pemujaan kepada roh leluhur dan kekuatan gaib. Nenek moyang kita dahulu percaya
bahwa roh leluhur masih memiliki peran dalam kehidupan keturunannya. Mereka
juga percaya bahwa roh nenek moyang senantiasa memantau kehidupan sosial
kemasyarakatan. Persembahan ini dimaksudkan sebagai bukti nyata dari warga
untuk pengakuan akan adanya kekuatan gaib yang mengiringi kehidupan.Tujuan
ritual Hahomion untuk memohon agar roh dan kekuatan kekuatan gaib tetap
memantau kehidupan warga dan memohon kepada Mulajadi Na Bolon agar senantiasa
memelihara, mendatangkan kemakmuran, dan ketentraman hidup warga. Perlengkapan
bahan makanan meliputi dari hewan, ikan, tepung beras, buah-buahan diantaranya
adalah:
1.
Satu Ekor Kambing Putih
(hambing putih)
2.
Ayam Putih Jantan (Manuk
Putih Jantan/manuk mira),
3.
Ayam Jantan Merah
Panggang (manuk mira narara pedar)
4.
Ayam Jantan (manuk faru
basi bolgang).
5.
Sagu-sagu.
6.
Itak Nani Hopingan,
7.
Itak Gurgur atau
Pohul-pohul.
8.
Ihan Batak yakni ikan
khusus dari danau toba yang dimasak utuh satu ekor dengan terlebih dahulu
dibersihkan bagian perut dan diberi bumbu cabe, garam, jahe, lengkuas, serre,
bawang merah bawang putih, ketumbar gonseng, merica, buah pala dan jintan.
Semua bahan secukupnya dibuat seperti bumbu kare, disajikan di atas nasi kuning
yang diberi bumbu di sertakan dengan pisang, itak gurgur dan bahan lainnya.
9.
Anggir
10.
Assimun pangalambohi
Upacara adat horjabius ini dilakukan untuk sekedar mengenang ritual yang
dilakukan nenek moyang kita BatakToba yang terdahulu dan disamping itu mereka
hendak melestarikan budaya yang mereka miliki yang juga berguna untuk menarik
wisatawan kedaerah Batak.
B.1.2. Pasahat dekke
simudur-udur
Aslinya
ikan yang diberikan adalah jenis “ihan” atau ikan Batak, sejenis ikan yang
hanya hidup di Danau Toba dan sungai Asahan bagian hulu dan rasanya memang
manis dan khas. Ikan ini mempunyai sifat hidup di air yang jernih (tio) dan
kalau berenang/berjalan selalu beriringan (mudur-udur) , karena itu disebut ;
dengke sitio-tio, dengke si mudur-udur (ikan yang hidup jernih dan selalu
beriringan/berjalan beriringan bersama) Simbol
inilah yang menjadi harapan kepada penganeten dan keluarganya yaitu seia sekata
beriringan dan murah rejeki (tio pancarian dohot pangomoan). Tetapi
sekarang ihan sudah sangat sulit didapat, dan jenis ikan mas sudah biasa
digunakan. Ikan Masa ini dimasak khasa Batak yang disebut “naniarsik”
ikan yang dimasak (direbus) dengan bumbu tertentu sampai airnya berkurang pada
kadar tertentu dan bumbunya sudah meresap kedalam daging ikan itu.
|
Dari beberapa ritual budaya tersebut
yang menggunakan Ihan Batak sebagai sarana akan berdampak ke eksisan satwa ini
sebab orang akan mencari ikan ini dan akan berusaha melestarikannya dan merawat
habitatnya sebab masyarakat tidak bisa lepas dari budaya dan adat yang
dianutnya.
B.2. Kearifan
Lokal Melestarikan Habitat Ihan Batak
Kearifan
lokal masyarakat untuk menyelamatkan habitat Ihan Batak, perlu di doktrinkan
kepada anak-anak supaya kearifan lokal sperti itu tidak putus di satu generasi
saja, seperti yang dilakukan oleh masyarakat Desa Bonan Dolok yang masih
menjaga habitat Ihan Batak di Mual
Sirambe. Penduduk di Sirambe tidak pernah memakan
ikan itu. Itu terlarang sejak dahulu. Ikan itu adalah representasi boru Siagian
yang memilih akhir hidupnya disana. Konon, katanya pada zaman dulu kala,
seorang putri dijodohkan dengan pria yang tidak disukainya. Lalu, sang putri
lari dan bersembunyi ke daerah Aek Sirambe. Sebongkah batu ditafsirkan sebagai
pertanda. Batu itu, diyakini sebagai perwujutan dari “namboru boru Siagian”
yang menjadi penghuni Mual Sirambe. Kini Mual sirambe dijadikan tempat wisata
dan tetap menjaga keaslian habitat Ihan tersebut.
Demikian juga suatu bentuk kearifan budaya yang di
lakukan oleh masyarakat di desa Binangalom, Sungai Binangalom di Kecamatan
Lumbanjulu adalah alam habitat ihan batak. Masyarakat sekitar yang hendak
menangkap ihan dari sungai itu sudah punya aturan dan cara tersendiri. Aturan
can cara itu tujuannya untuk tidak terjadi perusakan apalagi niat
menghancurkkan ikan sakral itu. Namun, masyarakat disana pernah mengutarakan
kekecewaan mereka, ketika masyarakat dari kota datang menangkap ikan di sungai
itu dengan menggunakan stroom listrik secara spontan masyarakat sekitar
langsung mengusirnya.
Ada pemahaman
saat ini bahwa dikatakan simudurudur karena ikan yang sudah dimasak dijajarkan
beberapa ekor diatas nasi dalam piring. Namun leluhur kita yang arif dan bijak
itu tidak menggambarkan sifat mati untuk harapan sifat hidup. Ihan dan porapora
memiliki sifat hidup mudurudur ke satu arah tertentu. Ini tidak dimiliki sifat
ikan mas, menurut pengamatan para leluhur.Yang dikatakan masyarakat
batak dengke simudurudur adalah ihan dan porapora. Ikan mas tidak termasuk
kategori dengke simudurudur, tapi disebut dengke namokmok. Kedua jenis ihan dan
ikan mas dikategorikan juga dengke sitiotio, tidak termasuk porapora.
Simudurudur adalah sebutan dari sifat ikan itu semasih hidup, yaitu ihan dan
porapora. Simudurudur bukan menggambarkan (sifat) ikan yang sudah mati, dimasak
dan dibariskan dalam piring. Leluhur selalu menggambarkan sifat hidup dan untuk
hidup.
Porapora adalah pilihan kedua dalam acara mangupa setelah ihan. Ikan mas adalah pilihan ketiga. Saat ini masyarakat adat sudah melupakan sifat ikan itu yang marudurudur dan telah mengatakan itu pada ikan mas dan menjadi pilihan pertama.
Porapora adalah pilihan kedua dalam acara mangupa setelah ihan. Ikan mas adalah pilihan ketiga. Saat ini masyarakat adat sudah melupakan sifat ikan itu yang marudurudur dan telah mengatakan itu pada ikan mas dan menjadi pilihan pertama.
III PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Keberadaan spesies Ihan Batak Neolissochilus
Thienemanni di
peraiaran Danau Toba sangat memprihatinkan. Bagaimana tidak satwa liar air
tawar ini, suda sangat jarang keberadaannya bahkan sudah pada klasifikasi
sebgai terancam (Vulnerable). Di indonesia,
jenis ikan ini di jumpai hidup hanya di perairan Danau Toba. Ikan ini merupakan
ikan khas adat masyarakat Batak dan suda dikenal sejak jaman dahulu kala.
Biasanya ihan Batak digunakan sebagai salah satu sarana untuk melangsungkan
ritual adat batak yaitu memohon sesuatu supaya keinginannya dikabulkan oleh
Tuhan Yang Maha Esa. Menurut kepercayaan masyarakat Batak jenis ikan ini
mempunyai “Nilai Magis” yang tinggi bahkan dianggap sebagai satwa yang sakral.
Misalnya suatu keluarga yang sudah lama menikah tetapi tidak mempunyai
keturunan, diyakini dapat terkabul keinginannya untuk mendapatkan anak apa bila
dia memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan menggunakan Ihan Batak (Neolissochilus Thienemanni)
sebagai sarananya.
Dewasa ini dalam ritual budaya
batak peranan Ihan Batak digantikan oleh ikan Mas, mengakibatkan eksistensi
ikan ini semakin diabaikan dan tidak dilestarikan. Hal ini di perparah oleh
beberapa faktor lain yang mengancam spesies ini antara lain: 1. Penggundulan
Hutan, maraknya praktek pencurian kayu (penebangan hutansecara sembarangan)
mempunyai andil dalam kelangkaan suatu species seperti yang dialami oleh ihan
batak. 2. Penangkapan/perburuan Tangkap lebih dapat
terjadi karena pemanfaatan secara berlebihan terhadap sumberdaya ikan tertentu
tanpa memperhatikan stok yang ada di perairan tersebut. Akibatnya sumberdaya
ikan menjadi langka atau menghilang sama sekali sehingga keseimbangan
ekologisnya menjadi terganggu.3. Jenis
introduksi, Masuknya jenis introduksi ke suatu
perairan menyebabkan terjadinya kompetisi dengan ikan lokal baik dalam hal
ruang maupun makanan. 4. Peranan
masyarakat, masyarakat tidak perduli pada habitat satwa 5. Peraturan, Peraturan
yang tidak saling mendukung, tidak bersesuaian satu sama lain, 6. Pemukiman
dan bangunan komersial, Tingkat
kebutuhan lahan untuk pemukiman dan bangunan komersial terus meningkat sehingga
banyak dilakukan pengurugan badan air. 7.
Perubahan fisik-kimiawi perairan (pencemaran) 8. Penurunan ketersediaaan
pakan alami,
Membangunkan
kembali tradisi dalam budaya batak yang menggunakan sarana Ihan Batak tanpa
menggantikan peranannya dengan ikan mas akan membuat ikan ini di cari dan
dicintai oleh masyarakat yang secara otomatis habitatnya akan dilestarian.
Tradisi dalam budaya batak ini misalnya Ritual
Hahomion Horja Bius, Pasahat dekke
simudur-udur. Perlunya
implementasi kearifan lokal untuk menjaga ke “sakralan” satwa ini dalam
masyarakat suku Batak dan mewariskannya secara terus menurus ke generasi
berikutnya. Seperti Mual Sirambe sebagai sala satu habitat Ihan Batak yang masi
dipertahankan oleh masyarakat sekitar ke asliannya karena daerah ini memiliki
legenda yaitu kisah “namboru boru siagian”. Demikian juga suatu bentuk kearifan budaya yang di lakukan oleh
masyarakat di desa Binangalom, Sungai Binangalom di Kecamatan Lumbanjulu adalah
alam habitat ihan batak. Masyarakat sekitar yang hendak menangkap ihan dari
sungai itu sudah punya aturan dan cara tersendiri
B.
SARAN
Perlunya menjaga keaslian budaya sebagai identitas jati diri kita kita,
dan sebisa mungkin tidak menggantikan saran tersebut dengan benda lain misalnya
dalam ritual upa-upa tidak menggantikan peran Ihan Batak dengan Ikan mas. Ada
pemahaman saat ini bahwa dikatakan simudurudur karena ikan yang sudah dimasak
dijajarkan beberapa ekor diatas nasi dalam piring. Namun leluhur kita yang arif
dan bijak itu tidak menggambarkan sifat mati untuk harapan sifat hidup. Ihan
dan porapora memiliki sifat hidup mudurudur ke satu arah tertentu. Ini tidak
dimiliki sifat ikan mas, menurut pengamatan para leluhur.Yang dikatakan masyarakat batak dengke simudurudur adalah
ihan dan porapora. Ikan mas tidak termasuk kategori dengke simudurudur, tapi
disebut dengke namokmok. Kedua jenis ihan dan ikan mas dikategorikan juga
dengke sitiotio, tidak termasuk porapora. Simudurudur adalah sebutan dari sifat
ikan itu semasih hidup, yaitu ihan dan porapora. Simudurudur bukan
menggambarkan (sifat) ikan yang sudah mati, dimasak dan dibariskan dalam
piring. Leluhur selalu menggambarkan sifat hidup dan untuk hidup. Porapora
adalah pilihan kedua dalam acara mangupa setelah ihan. Ikan mas adalah pilihan
ketiga. Saat ini masyarakat adat sudah melupakan sifat ikan itu yang
marudurudur dan telah mengatakan itu pada ikan mas dan menjadi pilihan pertama.
DAFTAR
PUSTAKA
Ady Soemarno,soenarto,1998, sumber daya aloam sebagai model dalam
pemnangunan berkelanjutan, Jakarta pers Y.H. 1988,
Adisendjaja,
Y.H. 2008. Metodologi Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar,
Jurusan
Pendidikan
Biologi, FPMIPA UPI.
Danusaputro,
St. M. 1981. Environmental Education and Training. Bandung:
Binacipta
Publishing Company
Barber, Charles victor,. Suraya Afif. 1997. Meluluskan arah pelestarian
keaneka
ragaman hayati dan pembangunan
di Indonesia. Jakarta. Yayasan obor
Indonesia
Didi
Sadili, 2015.
Pedoman Umum Restoking Jenis Ikan Terancam Puna, Direktorat
Konservasi
Kawasan dan Jenis Ikan Ditjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil Kementerian
Kelautan dan Perikanan
http//www.google.com. Neolissochilus
thienemanni, diakses 2016
Saifullah.2007. Hukum lingkungan paradigma
kebijakan kriminal dibidang
konservasi
keanekaragaman hayati. Malang.
Uiin Malang Press
Septianhputro
wordpress.com. Usaha Perlindungan Hewan Langka. diakses 2016
Simanjuntak, T.O.C.H. 2001. Menyelamatkan Kehidupan Ihan
Batak, Medan.
Program Pasca
Sarjana USU
Urlina Sari Girsang
wordpress.com. Ritual Ritual Dalam Budaya Batak.
diakses 2016
Posting Komentar untuk "Menyelamatkan Spesies Ihan Batak (Neolissochilus Thienemanni) Di Danau Toba Melalui Peranan Budaya dan Kearifan Lokal"