Menyelamatkan Spesies Ihan Batak (Neolissochilus Thienemanni) Di Danau Toba Melalui Peranan Budaya dan Kearifan Lokal

Menyelamatkan Spesies Ihan Batak  (Neolissochilus Thienemanni) Di Danau Toba  Melalui Peranan Budaya dan Kearifan Lokal

Reynold Panjaitan, S.Pd
NIP. 198512262010011015
SMP Negeri 2 Pangururan

Abstrak
              Keberadaan spesies Ihan Batak Neolissochilus Thienemanni di peraiaran Danau Toba sangat memprihatinkan. Bagaimana tidak satwa liar air tawar ini, suda sangat jarang keberadaannya bahkan sudah pada klasifikasi sebgai terancam (Vulnerable). Di indonesia, jenis ikan ini di jumpai hidup hanya di perairan Danau Toba. Ikan ini merupakan ikan khas adat masyarakat Batak dan suda dikenal sejak jaman dahulu kala. Biasanya ihan Batak digunakan sebagai salah satu sarana untuk melangsungkan ritual adat batak yaitu memohon sesuatu supaya keinginannya dikabulkan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Menurut kepercayaan masyarakat Batak jenis ikan ini mempunyai “Nilai Magis” yang tinggi bahkan dianggap sebagai satwa yang sakral. Misalnya suatu keluarga yang sudah lama menikah tetapi tidak mempunyai keturunan, diyakini dapat terkabul keinginannya untuk mendapatkan anak apa bila dia memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan menggunakan Ihan Batak (Neolissochilus Thienemanni) sebagai sarananya. Dewasa ini dalam ritual budaya batak peranan Ihan Batak digantikan oleh ikan Mas, mengakibatkan eksistensi ikan ini semakin diabaikan dan tidak dilestarikan. Hal ini di perparah oleh beberapa faktor lain yang mengancam spesies ini antara lain: Penggundulan Hutan, Pencemaran air, Penangkapan/perburuan, introduksi, budaya yang terkikis dll. Membangunkan kembali tradisi dalam budaya batak yang menggunakan sarana Ihan Batak tanpa menggantikan peranannya dengan ikan mas akan membuat ikan ini di cari dan dicintai oleh masyarakat yang secara otomatis habitatnya akan dilestarian. Perlunya implementasi kearifan lokal untuk menjaga ke “sakralan” satwa ini dalam masyarakat suku Batak dan mewariskannya secara terus menurus ke generasi berikutnya.

Kata kunci : Ihan Bata (Neolissochilus Thienemanni) Budaya dan Karifan Lokal,




BAB I   PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
             Manusia dan sumber daya lain mempunyai kaitan yang saling mempengaruhi satu sama lain. Pada satu sisi manusia membutuhkan ketersediaan sumber daya lain yang ada di alam semesta demi kelangsungan hidupnya. Disisi lain sumber daya tersebut akan tetap ada bila manusia tetap menjaga keseimbangan dan kelangsungan sumber daya tersebut. Dilihat dari sudut penciptaannya, sumber daya dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu: sumber daya alami dan sumber daya buatan. Korelasi yang sama juga terjadi dalam konteks keaneka ragaman (biodiversity) masing-masing sumberdaya alam. Sebagi contoh, sumber daya alam hayati mempunyai banyak ragam (jenis) tetapi, diantara mereka juga tedapat hubungan keterkaitan. Ikan dan manusia sama-sama digolongkan menjadi sumber daya alam hayati tetapi diantara kedua sumber daya tersebut tedapat hubungan saling ketergantungan. Menjelaskan bagaimana saling ketergantungan diantara ikan dan manusia dijelaskan melalui ilustrasi berikut ini.
             Dalam pertumbuhannya, manusia membutuhkan protein hewani yang salah satunya dihasilkan oleh ikan. Sebaliknya dalam hal kelangsungan hidup ikan sebagai salah satu sumber energi hewani, ikan juga sangat tergantung pada bagaimana sikap manusia dalam mengelolahnya. Manusia yang tidak memperhitungkan kepentingan masa yang akan datang, cenderung bersikap apatis dalam mengelolah suatu sumber daya. Oleh karena itu, hendaknya disadari bahwa segala sumber daya yang ada di alam semesta khususnya sumber daya alam sangat perlu dijaga demi kesejahteraan umat manusia di muka bumi ini sekarang dan untuk masa yang akan datang. Keberadaan manusia akan tetap eksis apabila kerusakan ataupun kepunahan sumber daya lainnya dimuka bumi ini dapat dicegah dan dihindari.
             Menurut informasi dari daftar merah jenis terancam punah yang diterbitkan oleh Internasional Union for Conservasion of Nature and Natural resources (IUCN), terdapat beberapa jenis ikan yang harus diawasi dan harus diperhatikan karena kondisinya yang sudah terancam punah. Diantara jenis-jenis itu terdapat 29 jenis ikan yang berasal dari Indonesia. Salah satunya adalah ikan dari genus Neolissochilus yaitu dengan nama spesies Neolissochilus thienemanni atau yang dikenal dengan Ihan Batak. Ihan batak (Neolissochilus thienemanni) merupakan jenis ikan asli (indegenos) yang hidup di suatu perairan tertentu.menurut penjelasan pasal 20 ayat 2 undang undang no 5 tahun 1990 tentang konservasi hayati itsitlah itu disebut “endemik” artinya tumbuhan dan satwa yang terbatas penyebarannya. Di indonesia, jenis ikan ini di jumpai hidup hanya di perairan Danau Toba. Ikan ini merupakan ikan khas adat masyarakat Batak dan suda dikenal sejak jaman dahulu kala. Biasanya ihan Batak digunakan sebagai salah satu sarana untuk melangsungkan ritual adat batak yaitu memohon sesuatu supaya keinginannya dikabulkan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Menurut kepercayaan masyarakat Batak jenis ikan ini mempunyai “Nilai Magis” yang tinggi bahkan dianggap sebagai satwa yang sakral. Misalnya suatu keluarga yang sudah lama menikah tetapi tidak mempunyai keturunan, diyakini dapat terkabul keinginannya untuk mendapatkan anak apa bila dia memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan menggunakan Ihan Batak sebagai sarananya. Kegunaan lain Ihan batak dalam ritual adat Batak dalah untuk memintah kesembuhan penyakit yang diderita seseorang baik yang bersifat jasmani maupun rohani yang diakibatkan oleh kekuatan – kekuatan gaip (ula-ula portibi). Ihan ini biasanya diberikan oleh pihak hula ke borunya atau berenya.
             Namun terlepas dari nilai magis Ihan Batak dewasa ini keberadaan Ihan Batak di akui suda sangat langkah meski ritual ritual dalam adat batak tersebut tetap dilakukan akan tetapi sarananya suda digantikan dengan Ikan Mas. Banyak Penulis yang mengemukakan pendapatnya mengenai sebab-sebab punahnya berbagai spesies, dominan disebabkan oleh manusia itu sendiri. Salah satu faktor yang menyebabkan Ihab Batak (Neolissochilus thienemanni) terancam punah antara lain: 1)Penggundulan hutan; 2) Pencemaran air Danau Toba; 3) Introduksi; 4)Penangkapan/perburuan; 5)Peraturan; 6)Peranan Budaya masyarakat; 7)Usaha kearah Pelestarian yang minim dan 8) Teknologi. Mengkaji semua faktor tersebut, terlihat suatu faktor yang lebih dominan dari faktor yang lain yaitu faktor budaya dan kearifan lokal masyarakat. Dewasa ini terjadi pergeseran budaya dalam masyarakat yakni tidak menggunakan sarana Ihan batak dalam ritual adat tetapi digantikan oleh ikan Mas membuat ikan ini semakin diabaikan untuk dilestarikan. Apabila dalam setiap tradisi dan ritual dalam adat Batak selalu menggunakan  Ihan Batak dan tidak boleh digantikan oleh ikan lain maka secara langsung keberadaan satwa ini akan terjaga dan akan tetap dilestarikan dan imbasnya adalah pengundulan hutan, pencemaran air, introduksi dan penangkapan ikan sembarangan akan dikontrol oleh masyarakat adat dan pemerintah melalui peratuaran perundang undangan. Masyarakat Batak tidak bisa dipisahkan dari budayanya, Ihan Batak menjadi hal penting dalam sarana ritual budaya Batak, dengan demikian disimpulakan bahwa masyarakat tidak bisa dipisahkan dari Ihan Batak. Dengan nilai sakral yang dimiliki oleh Ihan Batak maka mendorong masyakat untuk mempertahankan kearifan lokal demi merawat habitat Ihan batak tersebut. Misalnya Mual Sirambe yang mempunyai leganda yang berhubungan dengan Ihan Batak, daerah ini telah dianggap masyarakar sekitar keramat sehingga keaslian habitat Ihan ini masi terpeliahara sampai sekarang.

2.      Rumusan Masalah
1.      Apa saja yang mengakibatkan Ihan Batak (Neolissochilus thienemanni) menjadi langkah
2.      Bagaimana keterikatan budaya batak dan kearifan lokal dengan  satwa Ihan Batak (Neolissochilus thienemanni)
3.      Bagaimana peranan kearifan lokal untuk menyelamatkan spesies Ihan Batak (Neolissochilus thienemanni) di perairan danau toba dari kepunahan.

3.      Tujuan Penulisan
              Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui jenis satwa di perairan danau toba yang sudah langkah khusunya untuk Ihan Batak (Neolissochilus thienemanni) dan penyebab kelangkaan satwa tersebut dimana ikan ini adalah satwa asli danau Toba dan spesies ikan dari genus Neolissochilus yang hanya hidup di danau toba. Untuk mengetahui hubungan satwa ini (Neolissochilus thienemanni) dengan kebudayaan batak yang masih terpelihara hingga sekarang misalnya dalam acara pasahat Dekke Simudur-udur, Upa-upa dan lain lain, serta upaya untuk mempertahankan keberadaan satwa ini dari kepunahan dengan kearifan lokal masyarakat yang mempertahankan nilai sakral dari ikan ini.





BAB II ISI

A.   SATWA
A.1. SATWA LIAR DAN LANGKAH
Satwa merupakan sebagian sumber daya alam yang tidak ternilai harganya, sehingga kelestariannya perlu dijaga agar tidak punah baik karena factor alam, maupun perbuatan manusia seperti perburuan, dan kepemilikan satwa yang tidak sah. Menurut Pasal 1 ayat 5 UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Satwa adalah semua jenis sumber daya alam hewani yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara. Sedangkan yang dimaksud dengan Satwa liar dalam pasal 1 ayat 7 UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya adalah semua binatang yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia, selain itu juga satwa liar dapat diartikan semua binatang yang hidup di darat dan di air yang masih mempunyai sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia.
Satwa migran satwa yang berpindah tempat secara teratur dalam waktu dan ruang tertentu1 , Satwa yang boleh diburu adalah satwa yang menurut undang-undang atau peraturan telah ditetapkan untuk dapat diburu. Sedangkan Satwa langka adalah binatang yang tinggal sedikit jumlahnya dan perlu dilindungi (spt jalak putih, cenderawasih). Satwa liar berpengaruh terhadap tanah dan vegetasi dan memegang peran kunci dalam penyebaran, pertumbuhan tanaman, penyerbukan dan pematangan biji, penyuburan tanah, penguraian organisme mati menjadi zat organik yang lebih berguna bagi kehidupan tumbuhan, penyerbukan dan pengubah tumbuh-tumbuhan dan tanah Satwa liar juga berperan dalam perekonomian lokal dan nasional, nilai ekonomi satwa sebagai sumber daya alam sangat terkenal di wilayah tropik, terutama di Benua Afrika, dan hingga saat ini merupakan aset yang layak dipertimbangkan.

A.2. IHAN BATAK (Neolissochilus thienemanni)
Ihan Batak dengan nama latin (Neolissochilus thienemanni) merupakan satwa liar yang mempunyai habitat asli di perairan Danau Toba dengan status Langkah. Bagimana tidak satwa yang menjadi ikon budaya batak ini sudah sangat jarang ditemukan di perairan Danau Toba. Dari 350 jenis biota air yang tercantum dalam "The 2000 IUCN Redlist of the Threatened Species" (IUCN 2001) dapat diidentifrkasi 14 jenis ikan air tawar Sumatra yang terancam punah, dan 7 jenis diantaranya (50%) termasuk ikan endemic Sumatra. Salah satunya adalah IHAN BATAK Neolissochillus Thienemanni sumatranus yang hanya ada di Danau Toba - Sumatera Utara. Danau Toba banyak menyimpan spesies endemik yang sangat beragam. Terutama berupa ikan Batak (ihan), spesies Neolissochillus Thienemanni yang hanya ada di Danau Toba. Berdasarkan kriteria IUCN (International Union for the Conservation of Nature), jenis ikan ini sudah diklasifikasikan sebagai terancam (Vulnerable). Dulu ikan ini sering dihidangkan sebagai sajian istimewa untuk berbagai acara pesta adat bagi masyarakat setempat.
Spesies ikan endemik Danau Toba ini mulai terancam punah akibat kerusakan lingkungan. Ikan semah (Tor spp., syn. Labeobarbus, suku Cyprinidae; juga dipakai untuk jenis-jenis Neolissochilus dan Naziritor di India) adalah ikan air tawar yang berasal dari Indo-Australia dan anak benua India. Ikan Tambra dan Semah dapat mencapai panjang sekitar satu meter, walaupun tangkapan yang dijual biasanya berukuran maksimum 30 cm. Ikan ini hidup di sungai-sungai beraliran deras di pegunungan dan populasi sangat terancam akibat penangkapan berlebihan. Secara morfology memang sulit untuk membedakan antara genus Tor dan genus Neolissochilus, bahkan boleh dikata ada kemiripan bentuk dengan jenis ikan mas kecuali ukuran sisik yang lebih besar daripada ikan mas (Cyprinus Carpio) yang memang dari keluarga yang sama yaitu family Cyprinidae.
Kemiripan inilah yang membuat orang-orang lantas menamakan Ikan Jurung sebagai Ikan Batak, padahal Ikan Batak Asli adalah yang disebut Ihan adalah dari genus Neolissochilus yang sudah menuju kepunahan, dan salah satu spesiesnya Neolissochilus thienemanni, Ahl 1933 adalah ikan endemik Danau Toba dan umumnya di Tanah Batak. Ikan batak tak hanya bernilai ekonomis sangat tinggi, tetapi juga bernilai budaya yang tinggi, khususnya bagi Suku Batak, Sumatra Utara. Di Danau Toba, Tor toro hidup dengan janis lainnya, yaitu Neolissochilus thieneman, Neolissochilus somatranus, Neolissochilus longipinis. Selain di Sumatra Utara, khususnya di Danau Toba, ikan inipun bisa ditemukan di Kuningan, Sumedang dan Kediri. Di Kuningan, ikan batak dipelihara di kolam-kolam tua dan dianggap kramat, dengan sebutan “ Ikan Dewa “.
Kingdom:
Animalia
Phylum:
Class:
Order:
Family:
Genus:
Species:
N. thienemanni

Gambar, Morfologi Neolissochillus thienemanni
 

Klasifikasi Ihan Batak
 

Morfologi.
Lebar badan 4 kali lebih pendek dari pada panjang standar; 10 sisik didepan sirip punggung; 10 baris pori-pori yang tidak teratur (masing-masingmemiliki tubus yang keras) pada masing-masing sisi moncong dibawah mata; alur dari bagian belakang sampai ke bibir bawah terputus dibagian tengah.
Habitat dan penyebaran di Indonesia
Habitat berupa Danau dan Sungai. Penyebarannya adalah Danau Toba, Sumatra, Indonesia
Status :
Belum dilindungi Undang-undang-RI; IUCN Red List Status: Critically Endangered (CR)
Ancaman:
Penggundulan hutan dan eksploitasi yang berlebihan dengan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan terutama menggunakan dinamit dan racun; Lingkungan disekitar habitatnya banyak dialih fungsikan yang tentu berpengarus terhadap kualitas perairan danau Toba sebagai habitat ikan ini. Disamping itu, penebaran ikan Mujair (Oreochromis spp) bertahun lalu merupakan kompetitor baik pakan maupun ruang bagi ikan ini. Beberapa tahun lalu ditebar pula ikan Bilih Singkarak, Mystacoleucus padangensis di D
anau Toba, yang menambah kompetitor ikan Batak.

A.2.1. Faktor Penyebab Kelangkaan Jenis Ihan Batak (Neolissochilus thienemanni)
Untuk mendukung keberhasilan restoking diperlukan identifikasi penyebab menurunnya populasi di perairan yang akan direstoking, bila penyebabnya tidak diatasi maka kegiatan tersebut akan sia-sia. Beberapa faktor penyebab yang menimbulkan ancaman penurunan kelimpahan dan biodiversitas baik ikan air tawar (Dudgeon et al. 2006) maupun ikan air laut (Hutchings & Baum, 2005) antara lain:

a.      Penggundulan Hutan
maraknya praktek pencurian kayu (penebangan hutansecara sembarangan) mempunyai andil dalam kelangkaan suatu species seperti yang dialami oleh ihan batak. Dikatakan demikian karena hutan yang ditebangi dengan tidak memperhatikan kepentingan lingkungan akan menyebabkan hutan menjadi gundul sehingga akan membawa kerugian pada alam sekitarnya. hilangnya tempat berlindung bagi satwa atau minimnya ketersediaan bahan makanan yang berasal dari tumbuhan yang perlu bagi satwa akibat dari penggundulan hutan, berkurangnya daerah peresapan air, membawa dampak negatif yang mengakibatkan kepunahan beberapa jenis tumbuhan dan satwa disekitarnya lebih besar kemungkinan dapat terjadi.

b.      Tangkap lebih
Tangkap lebih dapat terjadi karena pemanfaatan secara berlebihan terhadap sumberdaya ikan tertentu tanpa memperhatikan stok yang ada di perairan tersebut. Akibatnya sumberdaya ikan menjadi langka atau menghilang sama sekali sehingga keseimbangan ekologisnya menjadi terganggu. Tangkap lebih antara lain dipicu oleh bertambahnya jumlah penangkap ikan; dan bertambahnya jumlah dan jenis alat tangkap yang digunakan. Untuk mengatasi tangkap lebih dapat dilakukan melalui:
·         Pembatasan jumlah tangkapan berdasarkan jumlah stok di alam dan kemampuan regenerasinya;
·         Pengaturan waktu tangkap untuk menghindari tertangkapnya jenis ikan yang sedang dalam musim pemijahan;
·         Pembatasan ukuran ikan yang tertangkap agar memberikan peluang setiap individu dapat melakukan regenerasi (memperpanjang keturunannya);
·         Pengaturan dan pengawasan alat tangkap yang digunakan supaya tidak merusak populasi maupun habitat ikan tertentu;
·         Penerapan sistem zonasi sehingga dapat menjamin pelestarian ikan.

c.       Jenis introduksi
Masuknya jenis introduksi ke suatu perairan menyebabkan terjadinya kompetisi dengan ikan lokal baik dalam hal ruang maupun makanan. Keberadaan jenis asing yang tidak terkontrol dalam jangka waktu tertentu akan berdampak pada penurunan populasi ikan lokal. Kondisi seperti ini sudah terjadi di beberapa perairan umum daratan di Indonesia.

d.      Peranan masyarakat.
Kondisi perairan yang mengalami perubahan oeh aktivitas manusia, misalnya pelurusan badan sungai dan pembuatan kanal akan memengaruhi poses hidrologi yang menyebabkan gangguan terhadap siklus reproduksi. Dengan terganggunya proses reproduksi maka regenerasi dari ikan yang ada di dalamnya akan menurun dan menyebabkan kelangkaan jenis.

e.       Peraturan
Peraturan yang tidak saling mendukung, tidak bersesuaian satu sama lain, tidak berkualitas ataupun tidak dibuat sesegera mungkin ataupun tidak berfungsinya aturan, semuanya merupakan faktor pemicu terhadap kelangkaan maupun kepunahan suatu jenis satwa dan tumbuhan sebagaimana terjadi pada Ihan Batak.

f.       Pemukiman dan bangunan komersial
Tingkat kebutuhan lahan untuk pemukiman dan bangunan komersial terus meningkat sehingga banyak dilakukan pengurugan badan air. Aktivitas ini menurunkan jumlah luasan badan air yang merupakan habitat bagi banyak jenis ikan lokal.

g.      Perubahan fisik-kimiawi perairan (pencemaran)
Kualitas air sangat berpengaruh terhadap keberhasilan restoking. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian awal terhadap kondisi perairan yang akan ditebar apakah masih layak dalam mendukung kehidupan dan perkembangbiakan ikan tersebut. Kottelat et. al. (1993) menyatakan bahwa salah satu ancaman terhadap kelestarian ikan adalah pencemaran. Bentuk pencemaran utama di sungai dan danau adalah limbah organik yang berasal dari rumah tangga maupun idnustri yang menyebabkan rendahnya keasaman dan kekeruhan yang tinggi, serta perlu kandungan oksigen yang tinggi oleh bakteri untuk penghancurannya. Bila kandungan oksigen menurun drastis akan berakibat pada kematian ikan dan biota air lainnya. Beberapa parameter fisik-kimiawi yang bisa menyebabkan menurunnya populasi ikan apabila kisarannya sudah di luar ambang batas yang dipersyaratkan menurut baku mutu air untuk perikanan/golongan B (Anonim, 1992) antara lain:
ü  Kisaran suhu air yang baik bagi ikan antara 25 – 30 oC;
ü  pH antara 6.5 – 8.5;
ü  kandungan oksigen terlarut (DO) minimal 5 mg/l;
ü  kecerahan lebih dari 40 cm;
ü  kekeruhan kurang dari 50 NTU;
ü  kandungan logam berat tertentu: besi (Fe) kurang dari 1 mg/l, merkuru (Hg) kurang dari 0.002 mg/l, dan yang lainnya;
ü  senyawa nitrogen (nitrat) kurang dari 10 mg/l dan nitrit kurang dari 1 mg/l.

h.      Penurunan ketersediaaan pakan alami
Pakan alami ikan yang terdapat di suatu perairan bisa dikelompokkan menjadi:
§  Plankton (fitoplankton dan zooplankton), yaitu organisme air dari kelompok hewan maupun tumbuhan berukuran kecil/renik (mikroskopis) yang gerakannya pasif tergantung arus air. Plankton sangat berperan dalam mendukung kehidupan anak ikan yang baru menetas maupun beberapa jenis ikan dewasa yang memang pakan utamanya adalah plankton. Beberapa jenis ikan herbivora menjadikan lumut sebagai pakan utamanya, misalnya ikan nilem, Osteochilus vittatus dan tambakan, Helostoma temmincki. Berkurangnya ketersediaan perifiton bisa berakibat pada menurunnya populasi ikan khususnya dari kelompok pemakan tumbuhan (herbivora).
§  Bentos (fitobentos dan zoobentos) adalah organisme air yang hidupnya pada bagian dasar perairan. Bentos ini juga merupakan sumber pakan bagi jenis ikan tertentu. Kelompok hewan yang termasuk bentos, misalnya keong, kepiting, cacing, dan yang lainnya. jenis ikan yang memanfaatkan bentos sebagai salah satu unsur makanannya adalah ikan tambra dan kerabatnya (Tor spp.). Bahkan untuk umpan khusus untuk memancing ikan tambra digunakan kepiting.
§  Serangga air baik yang permanen hidupnya di air maupun yang hanya sebagian siklusnya di air (larva/nimpha), misalnya larva capung. Ketersediaan serangga iar di perairan sangat penting sebagai sumber pakan ikan khususnya dari kelompok ikanpemakan daging (karnivora) dan pemakan segala (omnivora).

A.2.2. Kondisi Danau Toba Sebagai Habitat Asli Ihan Batak
      (Neolissochilus thienemanni)
Kualitas air Danau Toba dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain limbah domestik/ pemukiman, pertanian, perikanan, industri, pelayaran dan pariwsisata, baik yang berasal dari daratan (land based) maupun yang berasal dari kegiatan di perairan danau. Dengan makin pesatnya pertumbuhan penduduk yang bermukim di sekitar danau berikut beragam kegiatannya maka kualitas air cenderung menurun. Kajian Lukman (2010) mengenai kualitas air di Danau Toba menunjukkan suhu yang berkisar 26,4 - 27,4 0C, pH cenderung basa (>7,3), kecerahan 6,0 – 11,5 m, konduktivitas antara 0,160 – 0,166 mS/cm, kadar oksigen terlarut cukup tinggi (> 7,0 mg/l), kadar Total N antara 0,163 – 0,840 mg/l dan Total P antara 0,015 – 0,399 mg/l sedangkan kadar Ortho P < 0,04 mg/l. Studi yang dilaksanakan oleh Lukman & Ridwansyah (2010) menunjukkan bahwa lapisan epilimnion yang produktif dan dapat berfotosintesis terdapat di bagian atas pada kedalaman 0 – 30 m, dan lapisan peralihan atau metalimnion berada di bawahnya pada kedalaman 30 – 100 m, sedangkan lapisan terbawah yakni lapisan hipolimnion pada kedalaman lebih dari 100 m. Kadar oksigen terlarut yang terukur di permukaan relatif tinggi (6 – 7 mg/l), namun menurun drastis pada kedalaman 100 m, dan umumnya menunjukkan kondisi sangat minim ( ≤ 2 mg/l ) pada kedalaman 200 m dan seterusnya. Salah satu faktor yang menentukan produktivitas suatu perairan adalah kandungan fitoplanktonnya yang terkait dengan kandungan nutien dalam perairan.
Penelitian fitoplankton di Danau Toba oleh Lukman (2010) menemukan 28 genus fitoplankton dari empat kelas yaitu Bacillariophyta (7 genus), Chlorophyta (12 genus), Cyanophyta (6 genus) dan Phyrophyta (3 genus) dengan kelimpahan berkisar antara 53 – 622 indiv./l. Secara keseluruhan kelimpahan fitoplankton tersebut sangat rendah dan mencirikan perairan yang miskin atau oligotrofik. Mengenai keanekaragaman hayati di perairan Danau Toba dapat disebutkan bahwa di danau ini terdapat hewan endemik yang hanya terdapat di danau ini yakni ikan Neolissochilus thienemanni sumtranus dan kerang Corbicula tobae.
Ikan Neolissochilus thienemanni sumatranus yang oleh penduduk setempat disebut “ihan” sudah terancam punah dan masuk dalam Red List Status di IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) sejak tahun 1996. Jenis ikan asli lain yang populasinya menurun adalah ikan pora-pora atau undalap (Puntius binotatus). Ikan yang diintroduksi misalnya Cyprinus carpio (ikan mas) dan Oreochromis niloticus (ikan nila). Kedua jenis ikan introduksi itu kini banyak dimanfaatkan dalam pembudidayaan ikan di danau dengan menggunakan Karamba Jaring Apung (KJA) di Danau Toba. Budidaya ikan dengan menggunakan KJA telah berkembang sangat pesat di Danau Toba hingga cenderung ke tingkat ekploitasi lebih (over exploitation) yang akhirnya tidak lagi memberikan keuntungan per unit usaha. Pertumbuhan jumlah unit KJA.






gambar 4. kematian massal ikan di Danau Toba

B.   PERANAN BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL DALAM MELESTARIKAN SATWA IHAN BATAK (Neolissochilus thienemanni)
B.1. Ihan Batak Dalam Ritual Budaya Batak
Biasanya Ihan Batak digunakan sebagai salah satu sarana untuk melangsungkan ritual adat batak yaitu memohon sesuatu supaya keinginannya dikabulkan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Menurut kepercayaan masyarakat Batak jenis ikan ini mempunyai “Nilai Magis” yang tinggi bahkan dianggap sebagai satwa yang sakral. Disetiap ritual budaya Batak selalu menggunakan Ihan sebagai sarana ritual akan tetapi dewasa ini banyak peran Ihan telah digantikan oleh ikan Mas, sehingga keberadaan Ihan mulai di kesampingkan dan upaya pelestarian tidak dilakukan. Jika hal ini terus dipertahankan bukan tidak mungkin Ihan akan menjadi dogeng untuk generasi Batak selanjutnya, dan Ihan sebagai salah satu satwa ikon Budaya batak akan menjadi tinggal kenangan. Suda sepatutnya ritual adat Batak yang menggunakan sarana Ihan Batak dibangkitkan kembali seperti ritual hahomion horja bius, upa-upa dan pasahat dekke simudur udur sedapat mungkin tidak menggantikannya dengan ikan mas. Beberapa ritual dari budaya batak yang menggunakan sarana Ihan Batak yang perlu dilestarikan:

B.1.1. Ritual Hahomion Horja Bius
Huta atau kampung di daerah komunitas orang Batak Toba adalah persekutuan masyarakat yang paling kecil yang dibentuk oleh marga. Mulanya mereka tinggal di kampung induk tetapi karena penduduknya terus berkembang menyebabkan terbentuk huta-huta yang baru. Untuk mengatur kepentingan bersama beberapa kampung atau huta membentuk federasi atau persekutuan yang sifatnya masih terikat satu dengan lainnya. Kumpulan huta disebut Horja. Ritual Hahomion adalah upacara yang dilakukan oleh nenek moyang kita terdahulu yang ditujukan untuk pemujaan kepada roh leluhur dan kekuatan gaib. Nenek moyang kita dahulu percaya bahwa roh leluhur masih memiliki peran dalam kehidupan keturunannya. Mereka juga percaya bahwa roh nenek moyang senantiasa memantau kehidupan sosial kemasyarakatan. Persembahan ini dimaksudkan sebagai bukti nyata dari warga untuk pengakuan akan adanya kekuatan gaib yang mengiringi kehidupan.Tujuan ritual Hahomion untuk memohon agar roh dan kekuatan kekuatan gaib tetap memantau kehidupan warga dan memohon kepada Mulajadi Na Bolon agar senantiasa memelihara, mendatangkan kemakmuran, dan ketentraman hidup warga. Perlengkapan bahan makanan meliputi dari hewan, ikan, tepung beras, buah-buahan diantaranya adalah:
1.      Satu Ekor Kambing Putih (hambing putih)
2.      Ayam Putih Jantan (Manuk Putih Jantan/manuk mira),
3.      Ayam Jantan Merah Panggang (manuk mira narara pedar)
4.      Ayam Jantan (manuk faru basi bolgang).
5.      Sagu-sagu.
6.      Itak Nani Hopingan,
7.      Itak Gurgur atau Pohul-pohul.
8.      Ihan Batak yakni ikan khusus dari danau toba yang dimasak utuh satu ekor dengan terlebih dahulu dibersihkan bagian perut dan diberi bumbu cabe, garam, jahe, lengkuas, serre, bawang merah bawang putih, ketumbar gonseng, merica, buah pala dan jintan. Semua bahan secukupnya dibuat seperti bumbu kare, disajikan di atas nasi kuning yang diberi bumbu di sertakan dengan pisang, itak gurgur dan bahan lainnya.
9.      Anggir
10.  Assimun pangalambohi
Upacara adat horjabius ini dilakukan untuk sekedar mengenang ritual yang dilakukan nenek moyang kita BatakToba yang terdahulu dan disamping itu mereka hendak melestarikan budaya yang mereka miliki yang juga berguna untuk menarik wisatawan kedaerah Batak.

B.1.2. Pasahat dekke simudur-udur
Aslinya ikan yang diberikan adalah jenis “ihan” atau ikan Batak, sejenis ikan yang hanya hidup di Danau Toba dan sungai Asahan bagian hulu dan rasanya memang manis dan khas. Ikan ini mempunyai sifat hidup di air yang jernih (tio) dan kalau berenang/berjalan selalu beriringan (mudur-udur) , karena itu disebut ; dengke sitio-tio, dengke si mudur-udur (ikan yang hidup jernih dan selalu beriringan/berjalan beriringan bersama) Simbol inilah yang menjadi harapan kepada penganeten dan keluarganya yaitu seia sekata beriringan dan murah rejeki (tio pancarian dohot pangomoan). Tetapi sekarang ihan sudah sangat sulit didapat, dan jenis ikan mas sudah biasa digunakan. Ikan Masa ini  dimasak khasa Batak yang disebut “naniarsik” ikan yang dimasak (direbus) dengan bumbu tertentu sampai airnya berkurang pada kadar tertentu dan bumbunya sudah meresap kedalam daging ikan itu.


Gambar 4. Acara mangupa dekke simudur-udur dengan menggunakan
      Ihan Batak



Dari beberapa ritual budaya tersebut yang menggunakan Ihan Batak sebagai sarana akan berdampak ke eksisan satwa ini sebab orang akan mencari ikan ini dan akan berusaha melestarikannya dan merawat habitatnya sebab masyarakat tidak bisa lepas dari budaya dan adat yang dianutnya.
                                                        
B.2. Kearifan Lokal Melestarikan Habitat Ihan Batak
            Kearifan lokal masyarakat untuk menyelamatkan habitat Ihan Batak, perlu di doktrinkan kepada anak-anak supaya kearifan lokal sperti itu tidak putus di satu generasi saja, seperti yang dilakukan oleh masyarakat Desa Bonan Dolok yang masih menjaga habitat Ihan Batak di Mual Sirambe. Penduduk di Sirambe tidak pernah memakan ikan itu. Itu terlarang sejak dahulu. Ikan itu adalah representasi boru Siagian yang memilih akhir hidupnya disana. Konon, katanya pada zaman dulu kala, seorang putri dijodohkan dengan pria yang tidak disukainya. Lalu, sang putri lari dan bersembunyi ke daerah Aek Sirambe. Sebongkah batu ditafsirkan sebagai pertanda. Batu itu, diyakini sebagai perwujutan dari “namboru boru Siagian” yang menjadi penghuni Mual Sirambe. Kini Mual sirambe dijadikan tempat wisata dan tetap menjaga keaslian habitat Ihan tersebut.
            Demikian juga suatu bentuk kearifan budaya yang di lakukan oleh masyarakat di desa Binangalom, Sungai Binangalom di Kecamatan Lumbanjulu adalah alam habitat ihan batak. Masyarakat sekitar yang hendak menangkap ihan dari sungai itu sudah punya aturan dan cara tersendiri. Aturan can cara itu tujuannya untuk tidak terjadi perusakan apalagi niat menghancurkkan ikan sakral itu. Namun, masyarakat disana pernah mengutarakan kekecewaan mereka, ketika masyarakat dari kota datang menangkap ikan di sungai itu dengan menggunakan stroom listrik secara spontan masyarakat sekitar langsung mengusirnya.
            Ada pemahaman saat ini bahwa dikatakan simudurudur karena ikan yang sudah dimasak dijajarkan beberapa ekor diatas nasi dalam piring. Namun leluhur kita yang arif dan bijak itu tidak menggambarkan sifat mati untuk harapan sifat hidup. Ihan dan porapora memiliki sifat hidup mudurudur ke satu arah tertentu. Ini tidak dimiliki sifat ikan mas, menurut pengamatan para leluhur.Yang dikatakan masyarakat batak dengke simudurudur adalah ihan dan porapora. Ikan mas tidak termasuk kategori dengke simudurudur, tapi disebut dengke namokmok. Kedua jenis ihan dan ikan mas dikategorikan juga dengke sitiotio, tidak termasuk porapora. Simudurudur adalah sebutan dari sifat ikan itu semasih hidup, yaitu ihan dan porapora. Simudurudur bukan menggambarkan (sifat) ikan yang sudah mati, dimasak dan dibariskan dalam piring. Leluhur selalu menggambarkan sifat hidup dan untuk hidup.
Porapora adalah pilihan kedua dalam acara mangupa setelah ihan. Ikan mas adalah pilihan ketiga. Saat ini masyarakat adat sudah melupakan sifat ikan itu yang marudurudur dan telah mengatakan itu pada ikan mas dan menjadi pilihan pertama.













III PENUTUP

A.    KESIMPULAN
              Keberadaan spesies Ihan Batak Neolissochilus Thienemanni di peraiaran Danau Toba sangat memprihatinkan. Bagaimana tidak satwa liar air tawar ini, suda sangat jarang keberadaannya bahkan sudah pada klasifikasi sebgai terancam (Vulnerable). Di indonesia, jenis ikan ini di jumpai hidup hanya di perairan Danau Toba. Ikan ini merupakan ikan khas adat masyarakat Batak dan suda dikenal sejak jaman dahulu kala. Biasanya ihan Batak digunakan sebagai salah satu sarana untuk melangsungkan ritual adat batak yaitu memohon sesuatu supaya keinginannya dikabulkan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Menurut kepercayaan masyarakat Batak jenis ikan ini mempunyai “Nilai Magis” yang tinggi bahkan dianggap sebagai satwa yang sakral. Misalnya suatu keluarga yang sudah lama menikah tetapi tidak mempunyai keturunan, diyakini dapat terkabul keinginannya untuk mendapatkan anak apa bila dia memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan menggunakan Ihan Batak (Neolissochilus Thienemanni) sebagai sarananya.
              Dewasa ini dalam ritual budaya batak peranan Ihan Batak digantikan oleh ikan Mas, mengakibatkan eksistensi ikan ini semakin diabaikan dan tidak dilestarikan. Hal ini di perparah oleh beberapa faktor lain yang mengancam spesies ini antara lain: 1. Penggundulan Hutan, maraknya praktek pencurian kayu (penebangan hutansecara sembarangan) mempunyai andil dalam kelangkaan suatu species seperti yang dialami oleh ihan batak. 2. Penangkapan/perburuan Tangkap lebih dapat terjadi karena pemanfaatan secara berlebihan terhadap sumberdaya ikan tertentu tanpa memperhatikan stok yang ada di perairan tersebut. Akibatnya sumberdaya ikan menjadi langka atau menghilang sama sekali sehingga keseimbangan ekologisnya menjadi terganggu.3. Jenis introduksi, Masuknya jenis introduksi ke suatu perairan menyebabkan terjadinya kompetisi dengan ikan lokal baik dalam hal ruang maupun makanan. 4. Peranan masyarakat, masyarakat tidak perduli pada habitat satwa 5. Peraturan, Peraturan yang tidak saling mendukung, tidak bersesuaian satu sama lain, 6. Pemukiman dan bangunan komersial, Tingkat kebutuhan lahan untuk pemukiman dan bangunan komersial terus meningkat sehingga banyak dilakukan pengurugan badan air. 7. Perubahan fisik-kimiawi perairan (pencemaran) 8. Penurunan ketersediaaan pakan alami,
Membangunkan kembali tradisi dalam budaya batak yang menggunakan sarana Ihan Batak tanpa menggantikan peranannya dengan ikan mas akan membuat ikan ini di cari dan dicintai oleh masyarakat yang secara otomatis habitatnya akan dilestarian. Tradisi dalam budaya batak ini misalnya Ritual Hahomion Horja Bius, Pasahat dekke simudur-udur. Perlunya implementasi kearifan lokal untuk menjaga ke “sakralan” satwa ini dalam masyarakat suku Batak dan mewariskannya secara terus menurus ke generasi berikutnya. Seperti Mual Sirambe sebagai sala satu habitat Ihan Batak yang masi dipertahankan oleh masyarakat sekitar ke asliannya karena daerah ini memiliki legenda yaitu kisah “namboru boru siagian”. Demikian juga suatu bentuk kearifan budaya yang di lakukan oleh masyarakat di desa Binangalom, Sungai Binangalom di Kecamatan Lumbanjulu adalah alam habitat ihan batak. Masyarakat sekitar yang hendak menangkap ihan dari sungai itu sudah punya aturan dan cara tersendiri

B.     SARAN
Perlunya menjaga keaslian budaya sebagai identitas jati diri kita kita, dan sebisa mungkin tidak menggantikan saran tersebut dengan benda lain misalnya dalam ritual upa-upa tidak menggantikan peran Ihan Batak dengan Ikan mas. Ada pemahaman saat ini bahwa dikatakan simudurudur karena ikan yang sudah dimasak dijajarkan beberapa ekor diatas nasi dalam piring. Namun leluhur kita yang arif dan bijak itu tidak menggambarkan sifat mati untuk harapan sifat hidup. Ihan dan porapora memiliki sifat hidup mudurudur ke satu arah tertentu. Ini tidak dimiliki sifat ikan mas, menurut pengamatan para leluhur.Yang dikatakan masyarakat batak dengke simudurudur adalah ihan dan porapora. Ikan mas tidak termasuk kategori dengke simudurudur, tapi disebut dengke namokmok. Kedua jenis ihan dan ikan mas dikategorikan juga dengke sitiotio, tidak termasuk porapora. Simudurudur adalah sebutan dari sifat ikan itu semasih hidup, yaitu ihan dan porapora. Simudurudur bukan menggambarkan (sifat) ikan yang sudah mati, dimasak dan dibariskan dalam piring. Leluhur selalu menggambarkan sifat hidup dan untuk hidup. Porapora adalah pilihan kedua dalam acara mangupa setelah ihan. Ikan mas adalah pilihan ketiga. Saat ini masyarakat adat sudah melupakan sifat ikan itu yang marudurudur dan telah mengatakan itu pada ikan mas dan menjadi pilihan pertama.


DAFTAR PUSTAKA

Ady Soemarno,soenarto,1998, sumber daya aloam sebagai model dalam
pemnangunan berkelanjutan, Jakarta pers Y.H. 1988,

Adisendjaja, Y.H. 2008. Metodologi Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar, Jurusan
Pendidikan Biologi, FPMIPA UPI.

Danusaputro, St. M. 1981. Environmental Education and Training. Bandung:  
Binacipta Publishing Company

Barber, Charles victor,. Suraya Afif. 1997. Meluluskan arah pelestarian keaneka
ragaman hayati dan pembangunan di Indonesia. Jakarta. Yayasan obor
Indonesia

Didi Sadili, 2015. Pedoman Umum Restoking Jenis Ikan Terancam Puna, Direktorat
Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan Ditjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan

http//www.google.com. Neolissochilus thienemanni, diakses 2016

Saifullah.2007. Hukum lingkungan paradigma kebijakan kriminal dibidang
konservasi keanekaragaman hayati. Malang. Uiin Malang Press

Septianhputro wordpress.com. Usaha Perlindungan Hewan Langka. diakses 2016

Simanjuntak, T.O.C.H. 2001. Menyelamatkan Kehidupan Ihan Batak, Medan.
Program Pasca Sarjana USU


Urlina Sari Girsang wordpress.com. Ritual Ritual Dalam Budaya Batak. diakses 2016

Posting Komentar untuk "Menyelamatkan Spesies Ihan Batak (Neolissochilus Thienemanni) Di Danau Toba Melalui Peranan Budaya dan Kearifan Lokal"